Dua desa di Kabupaten Indramayu, Desa Jatisawit dan Jatisawit Lor, mempercayai larangan menabuh bedug, karena adanya kisah siluman buaya yang masih diyakini oleh masyarakat setempat hingga saat ini.
KataKabar Online: Misteri – Dua desa yang terletak di Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu, yakni Desa Jatisawit dan Desa Jatisawit Lor, menyimpan kepercayaan unik yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Mitos yang tak lazim ini mengatakan bahwa menabuh bedug dengan kentongan dilarang keras di kedua desa tersebut. Hal ini bukanlah sekadar larangan, melainkan sebuah kepercayaan yang erat kaitannya dengan legenda siluman buaya yang masih diyakini oleh masyarakat setempat.
Pada zaman dahulu, cerita dimulai ketika Lebe (perangkat) Desa Jatisawit, yang bernama Ki Talun Kanta, menemukan seekor anak buaya. Kejadian ini menjadi awal mula adanya mitos larangan menabuh bedug di dua desa tersebut. Seorang warga setempat, Asep, menjelaskan bahwa mitos ini berkaitan erat dengan kepercayaan akan keberadaan siluman buaya.
Masyarakat meyakini bahwa larangan menabuh bedug di Desa Jatisawit dan Jatisawit Lor berasal dari kisah legenda siluman buaya yang masih menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Cerita ini terkait dengan tokoh siluman buaya yang dianggap memiliki pengaruh besar di dua desa tersebut.
Sosok penting dalam cerita ini adalah Ki Kuwu, kepala desa pertama di Desa Jatisawit Lor. Beliau memiliki seorang putri cantik bernama Suniah. Di sisi lain, Ki Lebe Talun Kanta, Kepala Desa Jatisawit, memelihara seekor anak buaya yang ternyata adalah siluman buaya.
Kisah cinta antara Suniah dan Ki Jumad, jelmaan buaya, menjadi pusat cerita. Ki Jumad, yang dulunya adalah buaya yang dipelihara oleh Ki Lebe, kemudian berubah menjadi manusia tampan. Kepincut dengan kegagahan dan pesona Ki Jumad, Suniah meminta izin kepada ayahnya untuk dinikahi oleh jelmaan buaya tersebut.
Namun, Ki Lebe memberitahu Ki Kuwu bahwa Ki Jumad sebenarnya adalah siluman buaya. Meskipun demikian, Suniah tetap menikahi Ki Jumad karena telah jatuh hati padanya. Saat keduanya pamit pergi ke alam buaya, Ki Jumad memberikan pantangan kepada Suniah agar tidak naik ke atas rumah di sana.
Namun, karena naluri manusiawi, Suniah melanggar pantangan tersebut dan kembali ke dunia manusia. Meskipun kembali ke kediaman Ki Kuwu, Suniah tidak bisa lagi kembali ke dunia buaya. Ki Jumad, sebagai jelmaan buaya yang setia, berjanji untuk melindungi Suniah dan seluruh warga Desa Jatisawit.
Menurut Didin, seorang sesepuh Desa Jatisawit Lor, dalam keadaan darurat atau ketika ada musibah yang menimpa warga Jatisawit, mereka diizinkan menabuh bedug. Ini dianggap sebagai cara untuk meminta bantuan dan perlindungan dari para buaya yang diyakini akan membantu mengatasi kesulitan tersebut.
Mitos ini memberikan warna dan keunikan tersendiri bagi Desa Jatisawit dan Jatisawit Lor. Meskipun terdengar mistis, kepercayaan ini menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat setempat. Setiap larangan dan pantangan memiliki akar yang dalam dalam cerita mitos ini, yang diwariskan dari leluhur mereka. Oleh karena itu, setiap kali malam takbiran menjelang Idul Fitri atau Idul Adha tiba, desa-desa ini selalu sepi dari suara bedug, sebagai wujud penghormatan terhadap mitos siluman buaya yang masih diyakini oleh masyarakat Desa Jatisawit dan Jatisawit Lor. @redaksi