Gunung Slamet, puncak tertinggi di Jawa Tengah, bukan hanya menarik para pendaki dengan medan sulitnya, tetapi juga menyimpan pantangan-pantangan mistis. Larangan berbicara sembarangan dan tidak boleh memegang lutut menjadi aturan tak tertulis yang harus diikuti.
KataKabar Online: Misteri – Gunung Slamet, yang mendominasi langit Jawa Tengah dengan ketinggian 3.432 meter di atas permukaan laut (mdpl), bukan hanya menawarkan keindahan alam yang memesona, tetapi juga menyimpan sejumlah misteri yang menyelimuti pendaki yang berani menaklukkannya. Meski menjadi destinasi populer bagi pecinta alam dan pendaki, Gunung Slamet memiliki pantangan-pantangan yang diyakini oleh masyarakat setempat memiliki pengaruh magis.
Dikutip dari sumber resmi vsi.esdm.go.id, Gunung Slamet dikenal sebagai gunung tertinggi kedua di Pulau Jawa setelah Gunung Semeru. Terletak di antara lima kabupaten di Jawa Tengah, yaitu Banyumas, Purbalingga, Brebes, Tegal, dan Pemalang, gunung ini menjadi tujuan yang menantang dengan medan sulit dan cuaca ekstrem. Namun, selain tantangan fisik, pendaki juga dihadapkan pada sejumlah pantangan mistis yang diyakini dapat mempengaruhi keselamatan mereka.
Salah satu pantangan utama, seperti yang tercatat dalam laman wikipedia.org, adalah larangan untuk berbicara sembarangan selama pendakian. Pendaki diharapkan menjaga tutur kata mereka dan menghindari perkataan kasar atau sumpah serapah. Sebuah kisah mistis mencatat peristiwa seorang pendaki asal Tegal yang merasakan kenyamanan di puncak Gunung Slamet hingga mengungkapkan keinginannya untuk tinggal di sana. Sayangnya, pendaki tersebut malah tersesat dan mengaku melihat penampakan makhluk halus seperti kuntilanak.
Selain larangan berbicara sembarangan, terdapat pantangan lain yang diyakini memiliki konsekuensi serius bagi pendaki. Salah satunya adalah larangan memegang lutut selama pendakian. Konon, melanggar pantangan ini dapat membawa rintangan berat dan menghambat perjalanan hingga tak dapat diselesaikan.
Tak hanya itu, Gunung Slamet juga dipenuhi dengan kisah mistis yang membuatnya semakin misterius. Konon, para pendaki yang berniat mendaki diharuskan membawa bunga tujuh rupa dan kemenyan sebagai sesaji kepada penunggu gunung. Hal ini dikaitkan dengan kepercayaan bahwa Gunung Slamet merupakan tempat untuk melakukan ritual, dan setiap tanggal 1 Sura, acara ritual selalu diadakan oleh masyarakat sekitar.
Pada sisi lain, terdapat hari-hari sakral yang dipercayai tidak cocok untuk mendaki Gunung Slamet, seperti Minggu Legi, Selasa Legi, Sabtu Pahing, dan Minggu Pahing. Kepercayaan ini menambahkan aura misteri yang menyelubungi gunung ini, memicu rasa penasaran dan ketakutan di kalangan pendaki.
Dengan segala pantangan dan kisah mistis yang menyertainya, Gunung Slamet tetap menjadi destinasi yang menantang para petualang, sekaligus memicu keingintahuan terhadap sisi gaib yang mungkin tersembunyi. @redaksi