Bungung Lompoa, sumur sakral Kerajaan Gowa, menjadi pusat ritual Alleka Je’ne dalam tradisi Accera Kalompoang. Airnya dianggap berkah, mengukir legenda keberanian prajurit dan menandai keberlanjutan budaya di tengah masyarakat Gowa.
KataKabar Online: Misteri – Rombongan masyarakat dengan berpakaian adat terlihat bergegas meninggalkan Balla Lompoa, Istana Kerajaan Gowa. Lantunan alat musik tradisional Kerajaan Gowa mengiringi rombongan yang perlahan menuruni anak tangga Istana Balla Lompoa.
Setibanya di depan pintu gerbang kompleks makam, rombongan yang terdiri dari orang tua, muda-mudi, dan beberapa anak langsung membentuk barisan. Tetapi tujuan dari rombongan ini bukanlah hendak berziarah ke makam raja-raja Gowa.
Tetapi tujuannya adalah Bungung Lompoa, sebuah sumur tua, sekitar 200 meter dari makam-makam raja Gowa, Sultan Hasanuddin, Kelurahan Katangka RW VII, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan.
Bungung Lompoa memang menjadi tempat sekaligus inti dari acara Alleka Je’ne, bagian dari ritual Accera Kalompoang.
Bungung Lompoa, Sumur Sakral Bagi Kerajaan Gowa
Tak salah kalau disebut bahwa Alleka Je’ne dan Bungung Lompoa adalah dua bagian yang tidak boleh terpisahkan. Keduanya pun menjadi bagian penting dari serangkaian acara adat Accera Kalompoang. Disebut demikian karena pencucian benda-benda Kerajaan Gowa hanya boleh dilakukan dengan menggunakan air dari Bungung Lompoa.
Bagi keluarga Kerajaan Gowa, Bungung Lompoa adalah sumur yang dianggap sakral. Hal ini antara lain dapat dilihat saat pelaksanaan upacara Alleka Je’ne, air yang ditimba oleh Kasuwiang Salapang dari sumur ini akan menjadi rebutan masyarakat.
“Mereka meyakini mencuci atau membasuh badan bahkan meminum air sumur ini, akan membawa berkah,” jelasnya.
Sejak Raja Gowa pertama
A Kumala Idjo, salah seorang putra Raja Gowa terakhir meyakini sumur ini sudah ada dari Raja Gowa pertama, Tomanurung Baineya. Sejak pemerintahan Raja Gowa pertama sumur ini sudah menjadi sumber mata air kehidupan bagi rakyat dan Kerajaan Gowa.
Dalam cerita turun temurun yang kerap dituturkan orang-orang tua di Gowa dan di keluarga kerajaan, sumur ini dikisahkan menjadi sumber air utama bagi lingkungan Istana Tamalate. Konon tempat ini juga jadi pemandian para prajurit sebelum berperang.
“Konon setelah mandi air Bungung Lompoa, prajurit akan memiliki keberanian dan semangat perang yang tinggi,” jelasnya.
Sumur Bertuah Lainnya
Selain Bungung Lompoa, Kerajaan Gowa sebenarnya memiliki dua sumur lainnya yang dianggap cukup bertuah, yaitu Bungung Barania dan Bungung Bissua. Air dari sumur ini juga dipercaya memberikan kesaktian dan kekebalan.
Tetapi letak dari Bungung Barania kini sudah susah ditemukan. Dipercaya Bungung Barania ditutup oleh Raja Gowa XIV Sultan Alauddin Tuminanga (1593-1639). Dirinya merupakan Raja Gowa pertama yang memeluk agama Islam.
“Setelah memeluk agama Islam, Sultan Alauddin mendapat pemahaman bahwa jika seseorang tewas dalam medan perang karena melawan kebatilan, maka orang itu tidak akan mati sia-sia, melainkan mati syahid dan diterima di sisi Allah,” ujarnya.
Disebutkan Sultan Alaudin merasa khawatir bila ada masyarakat yang menyalahgunakan kesaktian air sumur itu. Sehingga menganggap keberadaan Bungung Barania sudah tidak dibutuhkan oleh Kerajaan Gowa.
Bungung Lompoa dan segala kisah di sekitarnya mengukir legenda Kerajaan Gowa. Tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi ini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Gowa. Kesakralan Bungung Lompoa menjadi penanda keberlanjutan budaya dan warisan leluhur yang dijaga dengan penuh kebanggaan. @redaksi