Ratu Zaleha, puteri Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari, memimpin perjuangan melawan Belanda dalam Perang Banjar serta menjadi pionir emansipasi wanita di Kalimantan. Bersama suaminya, Gusti Muhammad Arsyad, mereka mengalami pengasingan namun tetap setia pada perjuangan kemerdekaan.
KataKabar Online: Tokoh – Ratu Zaleha, atau lebih dikenal dengan nama lahir Gusti Zaleha, lahir di Muara Lawung pada tahun 1880 dan meninggal di Banjarmasin pada 24 September 1953. Ia merupakan puteri dari Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari, sosok pahlawan yang gigih berjuang mengusir Belanda dalam Perang Banjar, melanjutkan perjuangan ayah dan kakeknya, Pangeran Antasari.
Perjuangan Melawan Penjajah Belanda
Latar Belakang Perang Banjar:
Perang Banjar, yang dimulai dengan penyerangan terhadap benteng dan pertambangan batu bara Oranje Nassau di Pengaron, Banjar, pada tahun 1859, mencapai puncaknya pada tahun 1905. Gugurnya Sultan Muhammad Seman dan jatuhnya benteng pertahanan Manawing menjadi titik kritis dalam perjuangan ini. Panglima Batur pun tertangkap pada tahun 1905, menandai berakhirnya Perang Banjar.
Keberanian dan Kepiawaian Ratu Zaleha
Di tengah kekacauan tersebut, Ratu Zaleha tetap gigih melanjutkan perjuangan. Setelah benteng Manawing jatuh, mereka bersembunyi di Lahei dan kemudian di Mia, tepi Sungai Teweh, yang dianggap aman dari pengejaran Belanda. Sementara itu, setahun sebelum benteng Manawing jatuh, Gusti Muhammad Arsyad telah menyerah kepada Belanda karena pengepungan yang membuatnya sulit melarikan diri.
Pengasingan dan Pengorbanan
Ratu Zaleha, merasa letih dan tidak dapat melanjutkan perjuangan, akhirnya menyerahkan diri kepada Belanda pada awal tahun 1906. Suaminya, Gusti Muhammad Arsyad, sudah lebih awal diasingkan ke Buitenzorg (sekarang Kota Bogor) pada tanggal 1 Agustus 1904. Ratu Zaleha memilih mengikuti suaminya dalam pengasingan di Bogor, di kawasan Keramat Empang Bogor, untuk menghabiskan sisa-sisa usianya. Keputusan ini diambil atas dasar cinta dan kesetiaan terhadap suami serta demi persatuan keluarga. Ratu Zaleha diikuti oleh ibunya Nyai Salamah
Tawanan Perang dan Tunjangan Hidup
Sebagai tawanan, Gusti Muhammad Arsyad mendapat tunjangan sebesar f300 per bulan sejak 1 Mei 1906. Sementara itu, Ratu Zaleha mendapatkan f125 sebagai tambahan untuk memelihara 7 orang anggota keluarganya. Penghasilan ini tercatat dalam surat Sekretaris Goebernemen tertanggal 25 Juli 1906 no. 1198, yang ditujukan kepada Ekslensi Gubernur Jenderal Hindia Belanda, dan Asisten Residen Bogor.
Masa Tua dan Kematian
Setelah sekian tahun berada dalam pengasingan, Ratu Zaleha kembali ke kampung halamannya. Meskipun telah melewati masa-masa sulit, ia tetap mempertahankan semangat dan dedikasinya terhadap tanah air.
Ratu Zaleha menghembuskan napas terakhirnya pada tanggal 23 September 1953. Jenazahnya dimakamkan di Kompleks Makam Pangeran Antasari di Kuburan Muslimin Malkon Temon, Surgi Mufti, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pemakamannya menjadi momen duka yang mendalam bagi masyarakat setempat, namun warisannya tetap hidup dalam sejarah Kalimantan.
Untuk mengenang perjuangan dan kontribusinya, nama Ratu Zaleha diabadikan sebagai Rumah Sakit Umum Daerah di kota Martapura, Kabupaten Banjar. RSUD Ratu Zalecha Martapura menjadi simbol penghargaan atas peran besar Ratu Zaleha dalam perjuangan melawan Belanda. @redaksi