Alat musik Sape memiliki peran sentral dalam budaya masyarakat Dayak, terutama melalui ritual Dange Inkulturasi di Desa Padua Mendalam, Kalimantan Barat. Sape bukan hanya alat musik, tetapi juga simbol kearifan lokal, dianggap sebagai hadiah dari dewa, dan mengandung nilai egalitarianisme yang mencerminkan kesetaraan di antara manusia.
KataKabar Online: Budaya – Masyarakat Dayak, suku asli yang mendiami pedalaman Kalimantan Barat, tidak hanya hidup dalam keseharian yang penuh dengan keindahan alam, tetapi juga merangkul kearifan lokal yang tercermin dalam penggunaan alat musik tradisional, Sape. Alat musik berdawai ini bukan hanya sebuah permainan suara, namun juga menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, menginspirasi setiap aspek aktivitas masyarakat Dayak.
Ritual Dange Inkulturasi di Desa Padua Mendalam
Contoh nyata dari betapa pentingnya Sape bagi masyarakat Dayak dapat ditemukan dalam prosesi Dange Inkulturasi, sebuah ritual syukur yang diadakan di Desa Padua Mendalam, Kecamatan Putussibau Utara, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Dalam acara ini, alunan doa dan tarian bersatu dengan suara lembut Sape yang dimainkan oleh seorang seniman Dayak.
Pada saat ritual, masyarakat Dayak tidak hanya sekadar hadir sebagai penonton. Mereka turut serta dalam gerakan tarian, menyatu dengan alunan Sape yang mengisi udara. “Lalang Buko,” tarian khusus dalam ritual ini, menjadi sarana komunikasi spiritual dengan leluhur, menandakan bahwa mereka telah menyelesaikan tugas tahunan dan bersiap menghadapi masa depan dengan penuh semangat.
Sape: Hadiah dari Dewa
Eugene Yohanes Palaunsoeka, seorang seniman Dayak, membagikan perspektif unik mengenai Sape. Menurutnya, Sape bukanlah hasil kreativitas belaka, melainkan hadiah dari dewa-dewa kepada manusia Dayak. Konsep poligenesis, keyakinan bahwa manusia diajarkan oleh dewa-dewa untuk menguasai keahlian tertentu, termasuk menciptakan musik melalui Sape, membentuk fondasi pemahaman ini.
“Sape mendominasi semua aspek kehidupan terkait tradisi. Baik dalam tarian maupun lagu, Sape selalu ada. Secara purba, Sape memiliki hubungan erat dengan ritus dan kehidupan religius, menjadi sarana untuk menyampaikan doa kepada Yang Maha Kuasa,” papar Eugene Yohanes Palaunsoeka dengan penuh semangat.
Menurutnya, bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh Sape bersumber dari harmoni alam. Hal ini mencerminkan kedekatan masyarakat Dayak dengan alam, di mana bunyi Sape tidak sekadar hiburan, tetapi menjadi pendamping dalam menyampaikan doa kepada sang Pencipta.
Kearifan Lokal: Sape dan Sistem Kasta
Sape bukanlah alat musik biasa dalam masyarakat Dayak. Alat musik ini memiliki tempatnya sendiri dalam hierarki sosial, terutama dalam sistem kasta yang pernah ada. Pada masa lalu, Sape hanya boleh dimainkan oleh kasta Hipi, yang merupakan keturunan raja atau ketua adat. Mereka dianggap memiliki kedekatan spiritual yang tinggi, memungkinkan mereka berkomunikasi dengan roh leluhur melalui alunan Sape.
Dominikus Uyub, seorang pemain Sape dari kasta Hipi, menjelaskan, “Kaum Panyin boleh memainkan Sape, tetapi proses spiritualnya akan lebih kompleks untuk mencapai roh leluhur.” Meskipun sistem kasta ini kini hampir punah, nilai egalitarianisme yang tersembunyi dalam Sape masih terus bersinar.
Motif pada badan Sape menggambarkan semak belukar menjalar, simbol kesetaraan di antara manusia. Meskipun strata sosial terlihat feodal, Sape sejatinya mewakili semangat persamaan di antara semua manusia. Ini tercermin dalam berbagai tradisi masyarakat Dayak, termasuk dalam acara seperti Dange, di mana semua orang, tanpa memandang suku atau agama, diterima dengan tangan terbuka.
Sape: Simbol Cinta dan Kedamaian
Pemain Sape tidak hanya memainkan alat musik ini sebagai bentuk seni, tetapi mereka juga merawatnya dengan penuh kasih sayang. Dalam pandangan mereka, Sape bukanlah sekadar objek, melainkan seperti bayi yang perlu dijaga. Pelukan lembut dan penuh perasaan saat memainkan Sape menciptakan dentingan yang sarat makna.
Bunyi Sape yang dihasilkan melalui tempo lambat dan repetitif tidak hanya meresapi telinga, tetapi juga menyuntikkan ketenangan batin. “Sebagai manusia, kita harus saling menyayangi. Seperti menggendong anak sendiri. Musik lembut dari Sape adalah isyarat akan tindakan dan kata-kata yang tidak boleh menyakiti,” ungkap Gunung, seorang pemain Sape dengan penuh kebijaksanaan.
Sape: Suara Kehidupan dan Kearifan Lokal Dayak
Sape bukan hanya alat musik bagi masyarakat Dayak; itu adalah suara kehidupan dan kearifan lokal yang melekat dalam setiap gerak dan doa mereka. Dalam setiap seruan Sape, terkandung sejuta makna dan rasa syukur atas kehidupan yang diberikan. Kearifan lokal Dayak tercermin dalam cara mereka memperlakukan Sape, dari pemilihan pemain hingga cara memainkannya.
Sebagai suatu budaya yang kaya akan tradisi, masyarakat Dayak melalui Sape memperlihatkan bahwa kehidupan, spiritualitas, dan musik dapat bersatu harmonis dalam sebuah alat musik. Dengan demikian, alunan Sape bukan hanya menyentuh telinga, tetapi juga meresap ke dalam jiwa, mengingatkan kita akan pentingnya melestarikan warisan budaya untuk generasi-generasi mendatang. @redaksi