Syekh Siti Jenar, seorang tokoh sufi kontroversial abad ke-16, telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam sejarah Islam di Pulau Jawa. Dikenal dengan ajaran-ajaran kontroversialnya, pemikiran Syekh Siti Jenar tentang Tuhan, manusia, dan kehidupan tetap menjadi perbincangan hingga kini.
KataKabar Online: Tokoh – Syekh Siti Jenar, nama yang tak asing di telinga umat muslim Indonesia, khususnya di Jawa, yang tertarik dengan ajaran tasawuf. Lahir di Cirebon sekitar tahun 829 H/1426 M dengan nama kecil Sayyid Hasan Ali al-Husain, ia adalah seorang tokoh sufi pada abad ke-16 yang memainkan peran signifikan dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa.
Kelahiran dan Silsilah
Meski sejarah Syekh Siti Jenar bersifat kabur, buku “Biografi Lengkap Syekh Siti Jenar” oleh Sartono Hadisuwarno mengungkap bahwa ia adalah putra dari seorang ulama di Malaka, Syekh Datuk Shaleh. Silsilahnya terkait erat dengan Nabi Muhammad SAW., berasal dari kakek Imam Husain asy-Syahid melalui pernikahan Fatimah binti Muhammad SAW dengan Ali bin Abi Thalib.
Julukan “Siti Jenar” berasal dari bahasa Jawa, di mana “Siti” berarti ‘tanah’ dan “Jenar” berarti ‘kuning’. Selain itu, ia juga dikenal dengan julukan Sunan Jepara, Sitibrit, dan Syekh Lemah Abang, yang terkait dengan tempat tinggalnya di Dusun Lemah Abang.
Masa Kecil dan Pendidikan
Kehidupan Syekh Siti Jenar penuh tantangan sejak kecil. Ayahnya, Syekh Datuk Shaleh, meninggal saat ia berusia dua bulan. Ibu Siti Jenar mengasuhnya dengan bantuan Ki Danusela dan Pangeran Walangsungsang, yang belajar di pesantren Giri Amparan Jati. Di pesantren ini, Syekh Siti Jenar belajar ilmu-ilmu Al-Quran dan bahkan berhasil menghafalkannya pada usia delapan tahun.
Menyebarkan Ajaran Islam di Tanah Jawa
Setelah mendalami ilmu kemakrifatan (sufi), Syekh Siti Jenar kembali ke pesantren Giri Amparan Jati. Kemudian, ia menyebarkan agama Islam di wilayah tersebut dan mendirikan pondok pesantren di Dukuh Lemah Abang, Cirebon. Ajarannya mencakup enam prinsip, termasuk melebur dengan Allah dan meninggalkan nafsu badaniah.
Kontroversi
Pada tahap ini, ajaran Syekh Siti Jenar mulai kontroversial. Berbeda dengan pemikiran Walisongo, ia menyampaikan pandangannya tentang ketuhanan di Istana Argapura Gresik. Menurutnya, beribadah kepada Allah pada dasarnya sama dengan menjadi bagian dari Allah, sebuah pandangan yang ditentang oleh sejumlah ulama dan tokoh Islam saat itu.
Pemikiran Kontroversial
Syekh Siti Jenar dikenal dengan pemikirannya yang kontroversial. Berdasarkan tulisan “Syekh Siti Jenar: Pemikiran dan Ajarannya” oleh Saidun Derani, berikut adalah tujuh pemikiran utama yang melibatkan Tuhan, manusia, dan kehidupan:
- Konsep Tuhan: Syekh Siti Jenar mengembangkan konsep manunggaling kawula-Gusti, menjelaskan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan.
- Pandangan tentang Manusia: Setiap individu, menurutnya, memiliki fitrah keagungan dan kemuliaan sebagai wakil Tuhan di bumi.
- Jiwa: Jiwa dipandang sebagai suara hati nurani yang menjadi ekspresi dari zat Tuhan.
- Alam Semesta: Alam semesta dipandang sebagai makrokosmos setara dengan manusia, keduanya fana yang akan mengalami kerusakan.
- Peran Akal: Akal bekerja dengan intuisi, mempengaruhi tata aturan formal syariah, tetapi juga merujuk pada kehendak dan angan-angan yang tidak selalu dapat dipercaya.
- Konsep Kehidupan: Pemahaman tentang hidup dan cara menjalani hidup sulit dicerna, berkaitan dengan kebenaran intuitif sebagai dasar perilaku manusia.
- Tindakan Manusia: Tindakan manusia dipandang sebagai kehendak Tuhan yang sejalan dengan pandangan Jabariah.
Akhir yang Tragis
Pandangan kontroversial Syekh Siti Jenar menyebabkan konflik dengan ulama dan tokoh Islam pada masanya. Meskipun dijatuhi hukuman mati, warisan pemikirannya tetap hidup dan memberikan kontribusi pada perkembangan pemikiran Islam di Indonesia. Syekh Siti Jenar, sosok yang kontroversial namun tidak terelakkan dalam sejarah Islam di tanah air. @redaksi