Raden Sungging, pahlawan kharismatik di Citayam dan Depok, memimpin perlawanan melawan penjajah Belanda dengan keberanian dan karomahnya. Meski tertangkap dan dihukum mati, kisah ajaib kematiannya dan bangkitnya dari kubur memberikan inspirasi dan ketakutan kepada penjajah.
KataKabar Online: Histori – Di tengah perlawanan sengit melawan penjajah Belanda, muncul seorang tokoh kharismatik yang menjadi pahlawan bagi masyarakat di sekitar Citayam dan Depok: Raden Sungging. Berpostur tubuh kecil dengan janggut panjang, sosok ulama ini selalu tampil memakai sorban hijau, memberikan semangat kepada rakyat untuk bersatu melawan penindasan kolonial.
Berasal dari Mataram, atau ada yang menyebutnya dari Demak, Raden Sungging dikenal sebagai sosok yang memiliki karomah dan ilmu kedigjayaan tinggi. Dengan senjata utamanya, sebilah keris, ia memimpin rakyat melawan penjajah, menggempur wilayah hingga Jatinegara dan Bekasi. Sayangnya, keberaniannya tidak luput dari perhatian musuh, dan Raden Sungging tertangkap serta dijatuhi hukuman mati.
Sebelum eksekusi, Raden Sungging mengajukan permintaan terakhir: makanan, minuman, dan rokok kesukaannya. Setelah menyantap hidangan tersebut, tepat sebelum eksekusi dilakukan, tiba-tiba Raden Sungging meninggal. Kejadian ini membuat semua pejabat Belanda terkejut. Pasukan Belanda menguburkan dan menjaga makamnya selama satu pekan. Namun, kejadian aneh terjadi setelah itu.
Menurut cerita turun-temurun, warga sekitar percaya bahwa Raden Sungging bangkit dari kuburnya setelah seminggu. Ia berjalan menuju Citayam, kembali memimpin rakyat, dan memberikan peringatan tegas kepada penjajah Belanda. Ancamannya membuat Belanda ketakutan, memberikan kegembiraan kepada rakyat yang berseru, “Ratu Jaya… Ratu Jaya…” Hingga akhirnya, Raden Sungging wafat dan dimakamkan di Pondok Terong, Pancoran Mas, Depok.
Kisah heroik Raden Sungging ini menjadi bagian integral dari sejarah Citayam, sebuah daerah yang kini telah berkembang menjadi tempat tinggal yang ramai dan pemukiman yang padat. Pendatang dari berbagai daerah turut mempercepat pembangunan di wilayah ini. Stasiun Citayam, pusat transportasi utama, setiap hari dipenuhi oleh masyarakat yang bekerja di ibu kota, menyebabkan kemacetan menjadi pemandangan biasa, terutama pada pagi dan sore hari.
Selain Raden Sungging, kisah kepahlawanan juga melibatkan nama-nama lain, seperti Tole Ikandar, seorang pejuang terkenal yang terlibat dalam pertempuran melawan pasukan Gurkha. Nama beliau diabadikan dalam sebuah jalan di Kota Depok. Tole Iskandar dan rekan-rekannya, yang tergabung dalam Laskar Rakjat Depok (kelompok 21), kemudian menyatu dalam Batalion I Depok.
Pada September 1945, di sebuah rumah di Jalan Citayam (kini Jalan Kartini), Tole Iskandar, yang saat itu berusia 25 tahun dengan pangkat Letnan Dua, membentuk kelompok 21. Mereka hanya dilengkapi dengan empat pucuk senjata peninggalan tentara Jepang untuk melawan Belanda. Keterlibatan Tole Iskandar dalam pertempuran melawan pasukan Gurkha terjadi di Pabuaran dan Bojonggede. Namun, pengabdian beliau tidak berakhir bahagia, karena akhirnya gugur di daerah perkebunan Cikasintu, Sukabumi.
Dengan kisah-kisah kepahlawanan seperti Raden Sungging dan Tole Iskandar, kita diingatkan akan perjuangan yang gigih dan semangat untuk meraih kemerdekaan. Daerah Citayam dan Depok tidak hanya menjadi saksi bisu sejarah, tetapi juga tempat yang menginspirasi keberanian dan ketahanan dalam menghadapi penjajahan. Kisah-kisah ini melintasi zaman, memberikan makna pada perjuangan dan kebebasan yang kita nikmati saat ini. @redaksi