Candi Cetho, sebuah peninggalan megah dari Kerajaan Majapahit, dibangun pada 1452-1470 Masehi di lereng Gunung Lawu. Sebagai candi tertinggi ketiga di Indonesia, Cetho memiliki arsitektur punden berundak yang unik dan menjadi sebuah simbol spiritual yang diperkirakan dari masa Majapahit.
KataKabar Online: Histori – Candi Cetho, sebuah peninggalan megah yang diperkirakan dari masa Kerajaan Majapahit, menjadi destinasi unik yang terletak di lereng Gunung Lawu, menjulang tinggi pada ketinggian 1496 mdpl. Keunikan tempat ini tidak hanya terletak pada lokasinya yang anti mainstream dan panorama indahnya, tetapi juga pada sejarah panjang yang menyertainya.
Sejarah Candi Cetho: Jejak Megah Kerajaan Majapahit
Candi Cetho, yang diperkirakan didirikan pada tahun 1452-1470 Masehi, pada periode kemunduran Kerajaan Majapahit di bawah kepemimpinan Prabu Brawijaya V, raja terakhir Majapahit. Pembangunan candi ini dilakukan di tengah gejolak politik yang melanda kerajaan pada masa itu.
Lokasi candi yang spektakuler di Kabupaten Karanganyar ini diberi nama “Cetho,” yang artinya ‘jelas’. Nama ini merujuk pada pandangan yang jelas dari ketinggian candi, memungkinkan pengunjung melihat keindahan sekitar dengan cermat.
Bangunan Candi Cetho menjadi simbol kuatnya kehidupan spiritual pada masa Majapahit. Fungsinya utamanya adalah sebagai tempat ruwat atau penyucian diri, sebagaimana terlihat dalam tulisan Jawa Kuno di Pendopo Ndalem, teras ketujuh candi.
Hingga kini, masyarakat setempat yang menganut kepercayaan Kejawen masih menggunakan Candi Cetho untuk kegiatan pertapaan, menjadikannya warisan yang hidup dan bernilai dalam konteks spiritual.
Penemuan Kembali dan Restorasi Candi Cetho
Pada tahun 1842, seorang penjelajah bernama Van de Villes menemukan kembali Candi Cetho. Ekskavasi dan rekonstruksi kemudian dilakukan pada tahun 1928 oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda. Sejak itu, Candi Cetho menjelma menjadi bukti megah kejayaan Majapahit yang tersembunyi di lereng Gunung Lawu.
Ciri Arsitektur yang Memukau: Punden Berundak Candi Cetho
- Punden Berundak: Candi Cetho memiliki kemiripan dengan Candi Sukuh, terdiri dari punden berundak yang memanjang dari barat ke timur. Dengan hanya 13 teras yang tersisa, 9 di antaranya berhasil direnovasi. Pintu dan jalan setapak menghubungkan setiap teras, membagi halaman menjadi dua bagian.
- Keunikan Setiap Teras: Setiap teras memiliki keunikan tersendiri. Teras pertama digunakan untuk meletakkan sesajen tanpa dinding, sementara teras ketujuh menampilkan tatanan batu mendatar yang menggambarkan kura-kura raksasa, mungkin sebagai lambang Surya Majapahit.
- Puncak sebagai Pesanggrahan Prabu Brawijaya V: Tumpukan teras mencapai puncaknya pada teras ke-11, yang berisi bangunan induk sebagai tempat pesanggrahan Prabu Brawijaya V. Ruang utama ini memiliki posisi yang lebih tinggi dibanding ruangan lainnya, memberikan nuansa keagungan dan kekuasaan.
Candi Tertinggi Ketiga di Indonesia: Keindahan Alam di Atas Awan
Dengan letaknya yang mencapai 1946 mdpl, Candi Cetho membanggakan dirinya sebagai candi tertinggi ketiga di Indonesia. Keindahan bangunannya dan pemandangan alam yang menyejukkan membuatnya menjadi daya tarik bagi wisatawan. Udara sejuk yang dihasilkan oleh lokasinya di lereng Gunung Lawu menambah keistimewaan tempat ini.
Selain masih berfungsi sebagai tempat ibadah, kompleks Candi Cetho juga menjadi destinasi populer bagi para wisatawan. Gabungan antara sejarah yang kaya dan keindahan alam yang memesona menjadikan Candi Cetho sebagai tempat yang sayang untuk dilewatkan. Dengan dua unsur yang saling memperkaya, Candi Cetho menawarkan pengalaman unik yang sulit dilupakan. @redaksi