Sejarah bisnis minuman keras di Batavia mencerminkan keberhasilan ekonomi yang pesat, terutama di era VOC, dengan Belanda dan China sebagai aktor utama. Namun, dampak negatif mabuk-mabukan, terutama terhadap budak-budak, dan merasuknya kebiasaan ini dalam upacara pemakaman, mencatatkan babak gelap dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Batavia.
KataKabar Online: Histori – Bisnis jual beli minuman keras (miras) di Batavia, kini dikenal sebagai Jakarta, memiliki sejarah yang panjang dan kompleks. Pada masa lalu, bisnis ini tidak hanya menguntungkan bagi pedagangnya tetapi juga memberikan dampak besar terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat. Kali ini, kita akan mengupas sejarah bisnis miras di Batavia, dari keberhasilan bisnis hingga dampak negatifnya, terutama terkait dengan kebiasaan mabuk-mabukan yang menjadi fenomena umum.
Keberhasilan Bisnis Miras di Batavia
Pada era Maskapai Dagang Belanda atau VOC, bisnis jual beli minuman keras di Batavia sangat berkembang pesat. Para aktor utama dalam bisnis ini adalah orang Belanda dan orang China. Mereka tidak hanya bertindak sebagai produsen tetapi juga konsumen setia miras. Dalam lingkungan VOC, bisnis miras menjadi laris manis dan menghasilkan keuntungan besar. Ragam minuman keras, mulai dari bir, gin, hingga arak, dapat dengan mudah ditemukan di pasaran Batavia, selama seseorang memiliki uang.
Eksistensi berbagai pabrik minuman keras di Batavia menjadi bukti konkret akan popularitas miras. Pabrik-pabrik tersebut terus berkembang setiap tahunnya, meningkatkan produksi untuk memenuhi permintaan yang terus tumbuh. Minuman keras telah menjadi bagian integral dari ritus hidup warga Batavia, dari kelahiran hingga pernikahan. Kehadiran miras menjadi tidak terhindarkan dalam setiap perayaan, di mana mabuk-mabukan menjadi bagian tak terpisahkan.
Dampak Kebiasaan Mabuk-mabukan
Kebiasaan mabuk-mabukan di kalangan orang Belanda membawa dampak serius terutama terhadap kelompok yang lebih lemah, yaitu budak-budak. Pemabuk Belanda seringkali mengekspresikan emosi mereka kepada para budak yang mereka temui di jalanan Batavia. Pengaruh alkohol menjadi pemicu utama pengeroyokan terhadap budak-budak yang tak berdaya.
Pada masa itu, Belanda dengan kekuasaannya, terlalu memandang rendah terhadap nyawa budak. Pengeroyokan budak bukanlah fenomena yang terbatas hanya di jalanan; tuan Belanda yang gemar mabuk-mabukan seringkali melakukan tindakan main hakim sendiri terutama di perkebunan. Budak-budak yang berada dalam kondisi rentan, terutama yang dipengaruhi oleh alkohol, sering kali disiksa hingga mengakibatkan kematian.
VOC, sebagai penguasa Batavia, terkesan enggan untuk mengatasi permasalahan ini. Meskipun banyak kejadian kekerasan yang terulang, VOC baru bersedia mengambil tindakan ketika yang menjadi korban adalah budak dari pejabat tinggi VOC. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan VOC lebih condong kepada perlindungan kepentingan elite mereka daripada keadilan bagi seluruh masyarakat.
Upacara Pemakaman: Dari Kesedihan Hingga Kericuhan
Seiring berkembangnya bisnis miras, kebiasaan mabuk-mabukan bahkan merasuki upacara pemakaman. Pada awalnya, upacara pemakaman dipenuhi oleh kesedihan dan penghormatan terhadap orang yang meninggal. Namun, seiring waktu, upacara ini berubah menjadi medan laga. Minuman keras disediakan sebagai bagian dari jamuan makan, mengubah suasana dari duka menjadi kegembiraan.
Sejarawan Hendrik Niemeijer dalam buku Batavia: Masyakarat Kolonial Abad XVII (2012), menuliskan:
“Upacara pemakaman harus diakhiri dengan menggelar jamuan makan yang pantas, biasa diparodikan sebagai jamuan pernikahan di pemakaman. Di zaman Batavia itu, umur orang rata-rata tidak terlalu panjang dan pemakaman dilakukan silih berganti, sehingga lama-kelamaan upacara pemakaman berubah berubah dari peristiwa penuh kesedihan menjadi perhelatan gembira.”
“Acara itu penuh gelak tawa dan makan minum kendati sedang dirundung malang. Catatan arsip tahun 1658 bercerita bahwa akibat cukup banyak minuman keras ditenggak pada pesta pemakaman, sering terjadi ulah memalukan dan pertikaian di sekitar makam. Oleh karena itu, dikeluarkan larangan untuk mengkonsumsi minuman keras selama upacara penguburan.”
Menurut Hendrik Niemeijer, catatan arsip Tahun 1658 menyebutkan, akibat konsumsi minuman keras pada pesta pemakaman, terjadi kejadian memalukan dan pertikaian di sekitar makam. VOC akhirnya mengeluarkan larangan mengkonsumsi minuman keras selama upacara penguburan. Perubahan ini mencerminkan bahwa bahaya mabuk-mabukan telah meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban sosial.
Sejarah bisnis jual beli minuman keras di Batavia mencerminkan kompleksitas perkembangan sosial dan ekonomi pada masa lalu. Keberhasilan bisnis ini tidak hanya membawa keuntungan material tetapi juga dampak negatif yang mendalam terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat. Kebiasaan mabuk-mabukan, pengeroyokan terhadap budak-budak, hingga merasukinya upacara pemakaman, menandai era di mana miras menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari warga Batavia. Meskipun telah terjadi larangan dan upaya penindakan dari VOC, dampak bisnis miras tetap memberikan cerminan gelap pada masa lalu yang harus diingat dan dipelajari. @redaksi