Sosok Ken Dedes umum diketahui sebagai istri Akuwu Tumapel, Tunggul Ametung, yang kemudian direbut dan dinikahi oleh Ken Arok hingga akhirnya menjadi permaisuri Kerajaan Singasari. Ternyata juga meninggalkan sebuah legenda di Desa Panawijen, yakni Legenda Ken Dedes dan Joko Lulo.
KataKabar Online: Ragam – Desa Panawijen, sebuah tempat yang kini dikenal sebagai daerah Polowijen di Kabupaten Malang, menyimpan sebuah legenda yang telah dituturkan turun temurun. Legenda ini mengisahkan kisah antara Ken Dedes, seorang gadis cantik dari Panawijen, dan Joko Lulo, pemuda berwajah buruk rupa namun memiliki kekuatan sakti mandraguna.
Kisah ini bermula pada zaman Kerajaan Kediri, di mana tinggallah seorang gadis jelita bernama Dedes. Kecantikannya membuat banyak pemuda datang untuk melamarnya, namun Dedes selalu menolak dengan sopan. Pada suatu hari, datanglah seorang pemuda bernama Joko Lulo dari Desa Dinoyo. Joko Lulo memilik wajah yang buruk rupa, namun karena kesaktiannya yang tinggi, wajah buruk itu hanya terlihat jika pagi tiba.
Dedes, yang ingin menguji ketulusan hati para pelamarnya, menetapkan syarat yang sulit untuk Joko Lulo. Ia meminta Joko Lulo membuatkan sumur dengan kedalaman mencapai delapan tahun (satu windu) perjalanan. Meskipun syarat tersebut sangat berat, Joko Lulo menerima tantangan tersebut dengan penuh keyakinan.
Dalam waktu singkat, Joko Lulo berhasil menyelesaikan sumur yang diminta Dedes. Keberhasilannya ini membuat Dedes terkejut dan, meskipun terpaksa, ia akhirnya harus menerima pinangan Joko Lulo. Waktu pernikahan mereka pun ditentukan, dan keluarga Joko Lulo meminta agar pertemuan pengantin dilakukan pada tengah malam agar Dedes tidak melihat wajah buruk Joko Lulo.
Pada hari pernikahan yang sudah ditentukan, kedua mempelai dipertemukan pada tengah malam diiringi oleh musik gamelan. Namun, tiba-tiba terdengar suara lesung dari para gadis Panawijen, diikuti dengan pembakaran jerami di sebelah timur, membuat ayam berkokok seolah fajar telah tiba. Cahaya api pun menerangi desa, mengungkap wajah buruk Joko Lulo.
Kejadian ini menciptakan kegemparan dalam pernikahan mereka. Pengiring panik, gamelan hancur, dan suasana menjadi kacau. Karena terkejut, Putri Ndedes pun kabur melalui sumur yang sudah dibuat. Joko Lulo, yang menyadari bahwa Dedes telah kabur, kemudian mengutuk semua gadis Panawijen agar kelak menjadi perawan tua. Joko Lola lalu ikut menceburkan diri ke sumur.
Kedua orang tua dari mempelai merasa malu dengan kegagalan pernikahan tersebut. Mereka bersumpah bahwa tidak boleh ada lagi pertunangan dan perkawinan antara orang Dinoyo dan Panawijen. Dari sana kemudian berkembang sebuah mitos. Yakni larangan bagi orang asli Dinoyo dan Polowijen agar tidak saling menikahi.
Hingga hari ini, peninggalan dari kisah ini masih dapat ditemui di daerah Polowijen, khususnya di sekitar Watu Kenong. Sumur Windu, yang dulunya memiliki kedalaman 18 meter, sayangnya sekarang sudah tertutup karena longsor. Meskipun begitu, legenda Ken Dedes dan Joko Lulo tetap hidup dalam setiap batu dan sumur yang ada, mengingatkan penduduk setempat akan sumpah dan kisah yang terjadi di masa lalu.
Sebagai sebuah cerita yang diwariskan turun temurun, legenda ini menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah dan budaya masyarakat Panawijen. Kisah cinta yang diwarnai oleh ujian dan kutukan ini menjadi cerminan kebijaksanaan dan nasib yang terjalin erat dengan takdir. Meskipun sumur Windu dan Watu Kenong kini hanya menjadi saksi bisu dari masa lalu, mereka membawa dalam diri mereka cerita penuh makna yang akan terus dikenang oleh generasi-generasi berikutnya. @redaksi