Jepara, kota yang terkenal akan seni ukirnya, ternyata juga mengabadikan sejarah panjangnya melalui sebuah tradisi yang bernama Jembul Tulakan. Dengan diakui sebagai Warisan Budaya Tingkat Nasional, Jembul Tulakan menjadi ciri khas yang memikat hati dan mengukuhkan identitas kultural yang kaya di tengah masyarakat Jepara.
KataKabar Online: Budaya – Jepara, sebuah kota di Jawa Tengah yang terkenal akan seni ukirnya, ternyata juga memiliki sejarah panjang dan tradisi adiluhung yang patut dijaga. Salah satu tradisi yang melekat kuat di hati masyarakat Jepara adalah Sedekah Bumi Jembul Tulakan.
Tradisi ini bukan sekadar ritual biasa, namun telah diakui sebagai warisan budaya oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia. Jembul Tulakan resmi menjadi bagian dari Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) tingkat nasional pada tahun 2021.
Asal Usul Memikat Tradisi Jembul Tulakan
Jembul Tulukan adalah tradisi budaya yang berasal dari Desa Tulakan, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara. Ceritanya dimulai dari mimpi delapan warga desa pada Jumat Wage, yang mendapat petunjuk dari Ratu Kaliyamat.
Ratu Kaliyamat, yang pernah melakukan pertapaan di Pedukuhan Alas Tuwo (sekarang Desa Tulakan), meminta mereka untuk mencari dan merawat tempat pertapaannya. Pertapaan ini merupakan usaha mencari keadilan atas kematian suaminya yang dibunuh oleh Arya Panangsang.
Setelah melakukan tirakat dan mengikuti petunjuk-petunjuk yang bersifat mistis, akhirnya mereka menemukan tempat yang dianggap sebagai lokasi pertapaan Ratu Kaliyamat. Dalam tempat itu, ditemukan dua tabung bambu berisi catatan pertapaan dan rambut panjang yang diperkirakan milik Ratu Kaliyamat.
Sejak saat itu, setiap Senin Pahing bulan Apit, masyarakat Desa Tulakan menyelenggarakan syukuran berupa sedekah bumi sebagai ungkapan syukur atas rezeki yang melimpah dari Tuhan.
Arti Simbolis Jembul Tulakan
Sedekah bumi ini dilakukan dengan membawa berbagai makanan kecil ke rumah Ki Demang, pemimpin desa. Makanan diletakkan dalam dua ancak dengan tambahan belahan bambu tipis di atasnya sebagai simbol rambut jambul. Ancak ini dinamakan Jembul Tulakan.
Jembul, dalam konteks ini, menjadi lambang perkataan Ratu Kaliyamat saat melakukan pertapaan. Tradisi ini menjadi wujud dari janji untuk tidak menyudahi tapa (pertapaan) sebelum mencuci rambut dengan darah dan keset rambut Arya Panangsang.
Pengakuan sebagai Warisan Budaya
Tidak hanya dihargai oleh masyarakat setempat, tradisi Jembul Tulakan juga mendapat pengakuan resmi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Sertifikat Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) tingkat nasional diberikan pada tahun 2021, bersama dengan dua tradisi lainnya, yaitu Lomban dan Perang Obor.
Dengan pengakuan ini, pemerintah daerah memberikan dukungan penuh untuk menjaga dan melestarikan keindahan Tradisi Jembul Tulakan.
Meriahnya Perayaan Tradisi Jembul Tulakan
Tradisi Jembul Tulakan diawali dengan mencuci kaki kepala desa dengan kembang setaman sebagai simbol kepada Ratu Kaliyamat. Selanjutnya, dilakukan selamatan sebagai ungkapan permohonan Desa Tulakan kepada Tuhan.
Inti dari tradisi ini adalah pengitaran Jembul sebanyak tiga kali. Jembul, berupa gunungan yang memuat berbagai makanan tradisional, diarak oleh seluruh masyarakat Desa Tulakan. Gunungan tersebut juga menyertakan patung Sayyid Usman, seorang ulama yang mendampingi Ratu Kaliyamat saat bertapa.
Perayaan ditutup dengan acara Resikan, di mana seluruh masyarakat bersama-sama membersihkan tempat yang digunakan untuk tradisi. Ini dianggap sebagai bentuk pengusiran terhadap penyakit dan tindak kejahatan dari Desa Tulakan.
Tradisi Jembul Tulakan bukan hanya menjadi simbol kekayaan budaya Jepara, tetapi juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari identitas dan kebanggaan masyarakat setempat. Dengan pengakuan sebagai warisan budaya, Jepara terus berkomitmen untuk melestarikan keberagaman budayanya, menjadikan Jembul Tulakan sebagai salah satu daya tarik wisata budaya yang unik. @redaksi